Sepasang Pengantin Dimutilasi Massa di Jogja

Diposting oleh Unknown on Kamis, 23 Juni 2011

http://v-images2.antarafoto.com/gpr/1203681491/peristiwa-saparan-bekakak-91.jpgUpacara Saparan, berkait dengan tokoh Ki Wirosuto yang pernah hidup di Gamping, ini sangat dikenal di Jogja. Dilaksanakan setiap tahun, upacara ini memiliki asal sejarah yang kental dengan awal mula berdirinya Kraton Jogja.

Menurut legenda, upacara Saparan bermula akibat musibah yang menimpa Ki Wirosuto dan keluarganya pada masa pembangunan Kraton Jogja. Ki Wirosuto adalah satu dari tiga bersaudara dengan Ki Wirojombo, dan Ki Wirodono yang merupakan abdi dalem HB I yang sangat dikasihi. Ketiga abdi dalem erat hubungannya dengan peristiwa lolosnya HB I dari Kraton Solo saat melawan Belanda.

Pada tahun 1755, Kraton Jogja dibangun oleh Sri Sultan HB I. Ketika pembangunan sedang berlangsung, para abdi dalem tinggal di pesanggrahan Ambarketawang, kecuali Ki Wirosuto yang memilih tinggal di sebuah gua di Gunung Gamping. Pada bulan purnama, antara tanggal 10 dan 15, pada hari Jumat, terjadi musibah. Gunung Gamping longsor. Ki Wirosuto dan keluarganya tertimpa longsoran dan dinyatakan hilang karena jasadnya tidak ditemukan.

Hilangnya Ki Wirosuto dan keluarga di Gunung Gamping ini menimbulkan keyakinan pada masyarakat sekitar bahwa jiwa dan arwah Ki Wirosuto tetap ada di Gunung Gamping. Ki Wirosuto memiliki 4 putra dan putri yang terdiri Raden Bagus Gombak, Raden Bagus Kuncung dan Embok Roro Ambarsari serta Ambarsekar serta 2 pembantu yang dikenal sebagai Kyai dan Nyai Brengkut.

Kedua putranya menguasai semua kekayaan yang tumbuh di Gunung Gamping. Sedang kedua putrinya menguasai air dan bunga-bunga. Adapun pembantunya juga mendapatkan kekuasaan, yaitu menjaga pembakaran batu gamping yang dilakukan penduduk. Ketika terjadi musibah itu, 3 binatang kesayangannya (merpati memakai sawangan, puyuh bergelang emas dan landak berkalung sapu tangan merah) serta seorang wanita penduduk setempat selamat.

Semenjak itu, penduduk yang akan memanfaatkan batu-batu gamping pun dipercaya harus mendapatkan ijin dari Ki dan Nyi Wirosuto. Upacara Saparan yang sekarang ini adalah untuk mendapatkan selamat dari Ki Wirosuto sekeluarga. Upacara Saparan semula bertujuan untuk menghormati kesetiaan Ki dan Nyi Wirosuto kepada Raja HB I. Tapi kemudian berubah dan dimaksudkan untuk mendapatkan keselamatan bagi penduduk yang mengambil batu gamping agar terhindar dari bencana. Sebab pengambilan batu gamping cukup sulit dan berbahaya.

Upacara ini diselenggarakan di Desa Ambarketawang, Gamping, Sleman yang dilaksanakan setiap Bulan Sapar, hari Jumat pada minggu ke-3 pukul 15.00 WIB. Puncak acara berupa penyembelihan sepasang boneka pengantin yang terbuat dari tepung ketan (Bekakak) yang sebelumnya telah diarak keliling desa.

Kedua Bekakak yang diarak dibawa ke arena penyembelihan. Sesampai di altar Gunung Gamping, bekakak tersebut 'disembelih' orang yang telah dipercaya dari Kraton Yogyakarta. Sepasang disembelih menghadap utara (Gunung Kiling), dan sepasang lainnya menghadap barat (Gunung Ambarketawang).

Usai disembelih, dua pasang Bekakak ini pun disemayamkan di sekitar altar. Saat itu juga akan dibagikan buah-buahan dari atas altar ke kerumunan masyarakat di bawahnya yang langsung menyambutnya dengan meriah.


Artikel Terkait:

{ 0 komentar... read them below or add one }

Posting Komentar